Thursday, June 16, 2011

Mr. Holland's Opus



Setiap menonton film ini saya selalu teringat guru-guru saya,
 teringat ibu saya yang juga pensiunan guru,
serta tentu diri saya sendiri yang--saya syukuri-- ditiuntun Tuhan di ladang pendidikan menjadi seorang guru...

Menjadi guru itu luar biasa...
Sebuah keputusan berani (bukan karena putus asa....hehehe), untuk :

1.tidak bermimpi menjadi kaya, mencintai kesederhanaan, namun tetap "pantas" tampil di depan khalayak
Pernah seorang kawan masa kecil saya berkata, guru itu seperti selebritis.
Bedanya, selebritis dituntut tampil up-to-date (=mesti keluar banyak duit,  dalam penampilan dan gaya hidupnya), sedangkan guru justru harus mampu tampil "berkelas"(rapi, bersih, santun, "layak") namun tetap "down to earth".......Jelas, yang kedua ini butuh "kecerdasan". Kalau yang pertama, tinggal pake duit, sewa stylist tanpa takut asap dapur tak mengepul.
Perbedaan kedua....untuk kepentingan tampil di publik, selebritis bisa disupport sponsor, jadinya tampil mahal namun tetap irit bahkan ada yang malah dibanjiri duit. Sedangkan guru, justru harus jauh2 dari sponsor macam ini agar tidak dicurigai  korupsi atau "dibeli" demi gengsi nilai si murid. ;-)
Perbedaan ketiga.....popularitas selebritis dan puja puji yang dielu-elukan publik akan mengundang makin banyak rezeki , bisa jadi sepadan dengan publikasi pedas saat mereka tidak memenuhi tuntutan sempurna penggemarnya. Sedangkan guru, kekhilafan dan ketidaksempurnaannya sebagai sebuah pribadi bisa mengantarnya pada pencemaran nama baik di ruang FB tanpa pernah mendapat kesempatan jumpa pers layaknya selebritis untuk klarifikasi....

2. kepuasan guru bukan karena muridnya yang sudah hebat dan pintar meraih berbagai prestasi. Itu memang membanggakan dan pasti patut diapresiasi. Namun yang lebih meluluhkan hati untuk sujud syukur justru manakala mampu menolong siswa yang mengalami kesulitan belajar, yang hilang keyakinan dan motivasi masa depan, yang "tersesat".........ketika mereka percaya bahwa gurunya peduli dan akhirnya dengan niat dari lubuk hati sendiri mau berubah dan menjadi lebih baik.

3. kebahagiaan guru bukan karena puja puji bagi dirinya. Justru menjadi guru harus siap dicaci dan dibenci, karena tak selalu mampu menjadi pribadi sempurna yang harus menuruti semua keinginan murid.....Namun di balik itu, pada akhirnya, berbuah manusia-manusia muda yang "manusiawi", memiliki kehidupan mereka sendiri dengan baik, sekaligus memberi manfaat bagi orang lain secara positif. Bila kelak guru tetap dikenang seiring kedewasaan pikir dan hati sang anak, tentu puji Tuhan. Bila dilupakan, ikhlaskan saja, karena berkarya di ladang Tuhan bukan untuk memetik hadiah dan puja pujian, melainkan untuk "mengetuk" pintu surga.

4. menjadi guru adalah peluang tanpa batas belajar sepanjang hayat, baik secara ilmiah, skill, spiritual dan psikologis. Maka sama seperti sang murid, ketika suatu saat guru/murid dipertemukan kembali, guru dan murid dan melihat ada "sesuatu" pada diri masing-masing setelah tahun2 berganti....."sesuatu" yang (diharapkan) semakin  lebih baik...

5. menjadi guru itu adalah profesi bertitel simple namun di dalamnya sarat sosok multi-profesional. Karena guru yang profesional mau tak mau harus belajar menjadi  konselor, konsultan, manajer, event organizer, designer, pekerja seni, humas, customer service, director, creator, researcher, entertainer, writer, presenter, advisor, "baby"-sitter,....bahkan........"servant" (bahasa kerennya sih "assistant" hehehe...) dengan kualitas seprofesional profesi mendidiknya!

6. guru juga manusia. Dirinya dan kehidupannya sebagai pribadi juga penuh onak duri......Terimalah kenyataan ini dengan lapang hati. Sungguh, manusiawi.

Salam.